Krisis iklim yang tengah terjadi saat ini menjadi ancaman serius bagi keseimbangan ekosistem di bumi. Akan tetapi, tidak hanya soal lingkungan saja, krisis iklim juga memberikan tekanan signifikan terhadap ekonomi global. Ketika cuaca ekstrem dan bencana alam terus terjadi di berbagai daerah, sumber daya alam terkuras, serta produktivitas pertanian berkurang, maka tentu sektor ekonomi di seluruh dunia juga menghadapi tantangan.
Yuk, pelajari bagaimana krisis iklim dapat memberi dampak pada ekonomi juga di bawah ini.
Kebutuhan Biaya untuk Menanggulangi Bencana Terus Meningkat
Cuaca ekstrem dan bencana alam seperti hujan badai, banjir, dan kebakaran hutan dapat menyebabkan kerusakan infrastruktur yang cukup berat. Mulai dari jalanan, jaringan listrik, dan juga bangunan akan sangat terdampak.
Upaya perbaikan untuk mengembalikannya seperti semula agar masyarakat bisa beraktivitas kembali juga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Beban ekonomi ini akan dirasakan oleh pemerintah, pemilik usaha, dan juga individu. Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) mengkaji potensi ekonomi di Indonesia akibat dari perubahan iklim, dan hasilnya adalah kerugian diperkirakan dapat mencapai Rp544 triliun selama 2020-2024, jika intervensi kebijakan tidak dilakukan.
Selain itu, rantai pasokan juga dapat terganggu akibat cuaca ekstrem. Hal ini dapat memengaruhi keberlangsungan operasional berbagai bisnis. Seperti misalnya saat banjir menerjang ibukota Jakarta pada beberapa tahun lalu, dan menggenangi sejumlah pembangkit listrik. Kerugian yang dialami Perusahaan Listrik Negara (PLN) diperkirakan hingga ratusan miliyar rupiah.
Tantangan Pertanian dan Ketahanan Pangan
Krisis iklim menimbulkan tantangan berat terhadap produktivitas pertanian. Naiknya suhu, perubahan pola curah hujan, dan meningkatnya bencana kekeringan, serta gelombang panas dapat memengaruhi hasil panen dan produksi ternak. Seperti misalnya banjir yang terjadi di Jawa Timur pada Februari 2023 lalu, menyebabkan 186 hektare sawah dipastikan gagal panen.
Hasil pertanian yang menurun tidak hanya menyebabkan harga pangan di pasaran yang bisa mengalami kenaikan, tapi juga mengancam mata pencaharian jutaan orang yang bergantung pada sektor tersebut. Negara-negara yang bergantung pada ekspor pertanian juga dapat mengalami kemunduran ekonomi ketika kapasitas produksi berkurang. Ini dapat memengaruhi neraca perdagangan dan pendapatan devisa.
Melihat banyaknya kerugian yang dapat dialami oleh masyarakat akibat krisis iklim, kini semakin banyak investor yang melirik perusahaan yang lebih ramah lingkungan, atau sering juga disebut sebagai investasi hijau. Di Indonesia sendiri terdapat indeks investasi hijau seperti SRI-KEHATI dan IDX ESG Leaders yang biasanya dijadikan acuan oleh manager investasi dalam memilih emiten perusahaan. Hal ini dikarenakan kedua indeks ini mengukur performa emiten perusahaan yang memiliki track-record yang baik dalam menerapkan prinsip ESG. Saat ini tersedia 4 Reksa Dana yang dalam pemilihan emitennya mengacu pada indeks SRI-KEHATI dan IDX ESG Leaders, yang bisa kamu beli mulai dari Rp 100 ribu rupiah saja melalui fitur Invest Better pada Live Better di aplikasi digibank by DBS:
- Reksa Dana Indeks BNP Paribas Sri Kehati
- Allianz Sri Kehati Index Fund
- Ashmore Digital Equity Sustainable Fund
- Eastspring IDX ESG Leaders Plus