Jakarta, Oktober 2025 — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah mengkaji perubahan aturan porsi saham publik (free float) di pasar modal Indonesia. Langkah ini merupakan upaya memperkuat likuiditas, transparansi, dan kredibilitas emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Wacana ini muncul setelah pembahasan dengan Komisi XI DPR RI yang mendorong peningkatan kepemilikan publik secara bertahap hingga mencapai kisaran 30–40%.
“Kalau perlu kita tingkatkan sampai 40 persen agar bursa lebih likuid dan emiten lebih kredibel,” ujar Mukhamad Misbakhun, Ketua Komisi XI DPR RI, dalam rapat dengan OJK pada 18 September 2025 (Warta Ekonomi).
Menanggapi hal tersebut, Inarno Djajadi, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK, menyatakan dukungan namun menekankan perlunya transisi bertahap.
“Kalau misalnya setuju nggak setuju ya pasti kita setuju, tapi bertahap gitu, kan,” kata Inarno (Warta Ekonomi).
Dua Skema Utama: Emiten Lama dan IPO Baru
Dalam kajian yang disiapkan, OJK menetapkan dua arah kebijakan:
- Untuk emiten yang sudah tercatat, batas minimal saham publik direncanakan naik dari 7,5% menjadi 10% dalam tiga tahun ke depan dan akan dievaluasi secara berkala.
- Untuk emiten baru (IPO), batas free float akan ditentukan berdasarkan kapitalisasi pasar, bukan nilai ekuitas — mengikuti praktik di Malaysia, Singapura, dan Hong Kong (CNBC Indonesia, 25 September 2025).
Simulasi OJK menunjukkan bahwa peningkatan batas minimal free float ke 10% dapat mendorong pasar menyerap sekitar Rp36,6 triliun saham baru (IndoPremier Research, 2025). Sementara kenaikan ke level 15–25% masih dikaji lebih lanjut dengan mempertimbangkan dampak terhadap likuiditas dan stabilitas pasar.
Arah Baru Pasar Modal: Likuiditas, tapi Lebih Selektif
Kebijakan free float minimal 40% berpotensi mengubah dinamika di bursa. Dengan lebih banyak saham beredar di publik, likuiditas perdagangan akan meningkat, namun di sisi lain, emiten yang selama ini memiliki struktur kepemilikan terkonsentrasi perlu menyesuaikan diri.
Bagi investor, terutama pemegang jangka panjang, perubahan ini dapat menjadi two-edged sword: peluang sekaligus tantangan.
Peningkatan free float akan membuka ruang bagi institusi dan ritel untuk memiliki akses lebih besar terhadap saham berkualitas. Namun, di masa transisi, pasar mungkin mengalami volatilitas jangka pendek akibat penyesuaian valuasi, terutama pada emiten dengan struktur kepemilikan dominan.
Dampak terhadap Strategi Investasi: Fokus pada Ketahanan
Dalam konteks kebijakan baru ini, pendekatan investasi berbasis likuiditas semata tidak lagi cukup. Investor dituntut mengedepankan ketahanan portofolio, memadukan aset dengan profil risiko yang seimbang, serta mengandalkan instrumen yang memiliki daya tahan di tengah perubahan pasar.
Salah satu cara untuk menjaga keseimbangan tersebut adalah dengan mengoptimalkan investasi melalui reksadana. Instrumen ini memberi fleksibilitas untuk menyesuaikan eksposur antara saham dan obligasi sesuai kondisi pasar. Saat volatilitas meningkat akibat perubahan free float, manajer investasi dapat mengalihkan sebagian alokasi ke instrumen pendapatan tetap untuk menjaga stabilitas.
Reksa dana juga membantu investor individu agar tidak perlu menavigasi pasar yang sedang bergejolak sendirian. Dengan adanya manajer investasi berpengalaman, keputusan alokasi aset didasarkan pada analisis fundamental dan kebijakan pasar terkini, bukan sekadar sentimen jangka pendek.
Baca Juga: BI Rate Turun 25 Poin, Apa Efeknya bagi Reksadana?
Menemukan Peluang di Tengah Reformasi
Kebijakan ini sebenarnya membawa sinyal positif untuk jangka panjang. Pasar yang lebih likuid dan terbuka akan meningkatkan efisiensi harga, memperkuat tata kelola, serta menarik minat investor global. Namun, adaptasi tetap diperlukan — baik dari sisi emiten maupun investor.
Strategi yang sebelumnya mengandalkan quick rotation mungkin perlu beralih ke strategi berbasis nilai dan ketahanan (resilience-based investing).
Investor yang mampu membaca arah ini lebih awal dapat memanfaatkan momentum. Terutama melalui produk investasi terkurasi yang tidak hanya mengejar imbal hasil, tetapi juga mempertahankan stabilitas portofolio di tengah perubahan regulasi.
Menavigasi Dinamika Pasar dengan Strategi Terkurasi Bersama DBS Treasures
Reformasi free float menandai perubahan arah pasar modal menuju transparansi dan likuiditas yang lebih besar. Di tengah dinamika tersebut, perbankan prioritas DBS Treasures hadir sebagai mitra keuangan tepercaya bagi Anda untuk berinvestasi secara aman, cerdas dan berkelanjutan bersama Manajer Investasi berpengalaman yang menekankan strategi berbasis ketahanan, pertumbuhan, dan ketenangan finansial jangka panjang.
Selain itu, Anda juga mendapatkan akses ke wawasan pasar terkurasi yang dikomunikasikan oleh tim ahli finansial dan didukung Artificial Intelligence / Machine Learning (AI-ML), untuk membantu pengambilan keputusan investasi yang lebih tepat.
Melalui Aplikasi DBS digibank, Anda dapat dengan mudah melakukan registrasi SID (Single Investor Identification), transaksi jual-beli, hingga switching antar reksa dana dengan cepat dan efisien.
Solusi investasi ini juga dilengkapi pendekatan investasi (Grow) dan asuransi (Protect) yang saling melengkapi, sehingga portofolio Anda dapat tumbuh sekaligus terlindungi dari ketidakpastian pasar.
Menavigasi perubahan seperti kebijakan free float ini membutuhkan bukan hanya strategi, tetapi juga mitra finansial tepercaya yang mampu mengonversi dinamika pasar menjadi peluang jangka panjang.
Siapkan finansial Anda dari sekarang melalui investasi reksadana bersama DBS Treasures, karena dalam pasar yang terus berubah, ketahanan adalah bentuk likuiditas terbaik.
Klik laman ini untuk informasi lebih lanjut.
Baca Juga:
Dollar Cost Averaging, Manfaat dan Cocokkah untuk Diterapkan?
Diversifikasi Investasi: Manfaat & Strategi agar Menguntungkan
