Isu krisis iklim sudah banyak terasa dampaknya di Indonesia, mulai dari gelombang panas yang baru-baru ini terjadi, kenaikan permukaan air laut yang menyebabkan banjir, cuaca ekstrem, dan inflasi pangan atau makanan yang jadi makin langka.
Bagaimana Krisis Iklim Memengaruhi Sektor Pertanian
Sejak era revolusi industri pada abad ke-18, penggunaan bahan bakar fosil sebagai sumber energi semakin banyak digunakan. Hal ini menghasilkan efek gas rumah kaca yang menjadi pemicu krisis iklim. Salah satu sektor yang terpengaruh adalah pertanian, karena pada dasarnya sektor ini sangat bergantung pada kondisi alam seperti temperatur, air, dan juga curah hujan.
Bencana alam seperti kekeringan, banjir bandang, badai atau puting beliung, atau curah hujan ekstrem akibat krisis iklim juga sangat berpengaruh pada tingginya gagal panen di sektor pertanian. Semakin sering gagal panen terjadi, maka suplai kebutuhan makananan akan semakin turun. Krisis iklim ini juga mengancam dua komoditi pertanian di Indonesia yang paling jadi andalan di Indonesia, beras dan kopi.
Dampak Krisis Iklim Pada Komoditas Beras dan Kopi
Berdasarkan laporan yang dipublikasikan Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli 2022, Indonesia memiliki total lahan produktif berupa sawah seluas 10,41 juta hektar di tahun 2021. Lahan ini menghasilkan 32,07 juta ton beras. Angka ini sebenarnya mengalami penurunan sebanyak 0,45% dari tahun 2020, karena adanya gagal panen akibat banjir dan kekeringan.
Sementara itu, kopi yang menjadi salah satu unggulan ekspor sektor perkebunan di pasar internasional juga terancam karena adanya krisis iklim. Dampak dari krisis iklim ini sangat dirasakan oleh para petani kopi di Tana Toraja, Sulawesi Selatan. Curah hujan yang tinggi menyebabkan kelembapan udara jadi ikut tinggi, dan kondisi ini dapat meningkatkan pertumbuhan hama pada tanaman. Selain itu, hujan panjang dapat merusak dan menggugurkan bunga dan menghambat proses penjemuran. Di lain sisi, kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan dapat menghambat perkembangan buah. Produksi biji kopi yang menurun membuat harga per liternya terus meningkat, khususnya sejak tahun 2019.
Bahaya Makanan yang Semakin Langka di Masyarakat
Inflasi pangan atau makanan yang semakin langka tentu akan merugikan semua lapisan masyarakat. Mulai dari petani yang berkurang penghasilannya akibat gagal panen, sampai dengan konsumen yang jadi harus mengeluarkan uang lebih banyak karena naiknya harga makanan.
Jika masyarakat tidak mampu membeli makanan yang langka dan mahal, maka kasus malnutrisi, stunting, dan juga obesitas juga akan terus meningkat. Kasus obesitas erat kaitannya dengan literasi nutrisi yang rendah, apalagi jika tujuan dari menyantap makanan nantinya hanyalah sebatas rasa kenyang, dibandingkan memenuhi kebutuhan nutrien tubuh.
Apakah kita sebagai masyarakat yang tidak terlibat langsung dalam sektor pertanian tidak bisa melakukan apa pun terhadap situasi ini? Tentu tidak!