Mengenal Kewirausahaan Sosial Lebih Dalam

Tidak semata menyelesaikan persoalan ekonomi, kewirausahaan sosial juga menyelesaikan permasalahan sosial di tanah air.

mengenal-kewirausahaan-sosial-lebih-dalam

Author: DBS Group Research

Kewirausahaan sosial telah menjadi perhatian publik selama dua dekade terakhir. Kewirausahaan sosial atau Social Entrepreneurship merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kewirausahaan, meskipun kewirausahaan sosial menekankan pada tujuan yang lebih mulia, seperti menanggulangi masalah kemiskinan. Kewirausahaan sosial dapat memberikan dampak positif dan memberikan solusi sebagai langkah untuk memajukan Indonesia. Tidak semata menyelesaikan persoalan ekonomi, kewirausahaan sosial juga sekaligus menyelesaikan berbagai permasalahan sosial di tanah air.

Dengan banyaknya masalah sosial di Indonesia, pemerintah tidak dapat menyelesaikannya sendirian namun membutuhkan pemuda-pemudi cerdas Indonesia untuk menciptakan perubahan bagi tanah air. Untuk itu, kita sebagai generasi muda perlu mendapatkan pemahaman mengenai bagaimana menjadi seorang wirausaha sosial dengan mempelajari konsep dan model bisnisnya terlebih dahuluTerdapat lima kriteria dasar usaha sosial atau Social Enterprise (SE) di Indonesia, diantaranya memiliki misi atau dampak sosial, manfaat pemberdayaan, memiliki prinsip bisnis yang sesuai etika, reinvestasi untuk misi sosial, dan orientasi berkelanjutan.

Selain itu, Social Enterprise (SE) di Indonesia juga dikenal memiliki empat corak utama, yaitu (1) Community Based Social Enterprise (CBSE) yang didirikan berdasarkan kebutuhan komunitas yang memiliki kesamaan masalah, kondisi, minat (community of interest) atau kebutuhan masyarakat lokal yang tinggal di lokasi geografis yang sama. Oleh karena itu, di CBSE, konsumen adalah beneficiaries atau peneriman manfaat karena kegiatannya bersifat pemberdayaan diri sendiri secara berkelompok (self-empowerment). (2) Not-for-profit Social Enterprise (NFPSE) yang berfokus pada pemberdayaan masyarakat atau people empowerment dalam ruang lingkup yang lebih luas. Jadi, individu penerima manfaat adalah orang yang berbeda dengan individu konsumen (beneficiaries ≠ consumers). (3) Hybrid Social Enterprise (HSE) ini pada umumnya memiliki target yang berorientasi kesinambungan dan pengembangan (sustainable development). Sumber dana cenderung seimbang antara dana sosial, semikomersial, dan bahkan komersial. (4) Profit for Benefit Social Enterprise (PFBSE), yang memiliki target organisasi paling luas karena selain menargetkan continuity dan development, PFBSE juga menargetkan pertumbuhan skala atau unit bisnisnya (growth). Sifatnya sepenuhnya mandiri dan menghilangkan ketergantungan terhadap individu atau lembaga penyandang dana.

Seorang wirausaha sosial juga harus dapat mengenal dan memahami pentingya empat prinsip bisnis (ERAT), yaitu Ethical (menjalankan bisnis sesuai etika, nilai/norma yang berlaku), Responsible (bertanggung jawab terhadap seluruh pemangku kepentingan), Accountable (tata kelola pelaporan yang baik)dan Transparent (keterbukaan kejelasan informasi). Pemahaman akan sumber daya yang akan disasar juga merupakan faktor penting. Seorang wirausaha sosial tidak hanya mempunyai sumber daya yang bersifat tangible atau berwujud (sumber daya manusia dan sumber daya capital), tetapi juga memiliki sumber daya intangible (tidak berwujud). Sumber daya intangible adalah nilai (value) dan modal sosial (trust). Value berfungsi sebagai ‘pagar’ untuk tetap konsisten berjuang demi nilai sosial tanpa tergiur keuntungan semata. Sedangkan modal sosial (trust), dapat menciptakan perubahan struktural yang besar bagi masyarakat dengan memengaruhi banyak orang untuk mengubah cara hidup mereka.

Memanfaatkan prinsip bisnis atau kewirausahaan untuk mengatasi masalah sosial adalah suatu konsep yang realistis. Hal ini telah dibuktikan oleh beberapa wirausaha sosial Indonesia yang melihat masalah sosial Indonesia sebagai peluang untuk perubahan dan dapat diimplementasikan. Beberapa wirausaha sosial sukses yang menginspirasi antara lain Bambang Ismawan (Bina Swadaya), Mursida Rambe (BMT Beringharjo), Goris Mustaqim (Asgar Muda), Helianti Hilman (PT Kampung Kearifan Indonesia), dan Asep Supriadin (Koperasi Putera Mekar). Corak kegiatan bisnis yang dilakukan memang beragam, namun semuanya memiliki kesamaan karakter. Mereka memiliki empati yang besar, super kreatif, berdaya juang tinggi, dan merupakan pribadi yang menyenangkan sehingga banyak orang yang ingin mendukung dan membantu mewujudkan cita-cita mereka. Perlu diingat, selama ada panggilan dan kemauan, siapa pun bisa menjadi wirausaha sosial.  Pedoman lebih detail terkait Social Entrepreneurship dapat dibaca di DBS Foundation Handbook : Berani Jadi Wirausaha Sosial? [Membangun Solusi Atas Permasalahan Sosial Secara Mandiri dan Berkelanjutan].

Sumber : dbs.com/iwov-resources/pdf/indonesia/social.../Berani-jadi-SE-24Jun2015-final.pdf