Untuk Apa Sih Mengerti Ekonomi Makro?
23 Apr 2021

Untuk Apa Sih Mengerti Ekonomi Makro?

"Ekonomi Indonesia akan tumbuh!" atau "Ekonomi Indonesia akan resesi!" adalah pernyataan yang barangkali kita pernah dengar atau baca dari media massa setiap tahun.

 

Di lain kesempatan, kita barangkali mendengar atau membaca pernyataan berikut: inflasi Indonesia tercatat 3%, Bank Indonesia menaikkan suku bunga, pemerintah siapkan kebijakan fiskal prioritas dan sebagainya.

 

Apa makna dari berbagai pernyataan tersebut? Pada dasarnya, pernyataan tersebut merupakan informasi mengenai konsep ekonomi makro. Konsep ini terkesan "abstrak", namun sebenarnya merupakan kata kunci yang dapat dipakai untuk memahami kondisi ekonomi di suatu negara.

 

Apakah arti dari pertumbuhan ekonomi, inflasi dan kebijakan moneter tersebut? Apa kegunaannya bagi hidup kita? Yuk, simak penjelasannya secara sederhana berikut ini!

 

Pertumbuhan Ekonomi

 

Pertanyaan yang barangkali pernah muncul dalam benak kita adalah apakah perekonomian Indonesia lebih besar daripada negara lain? Bagaimana cara mengukurnya? Apakah ada "alat" yang disepakati secara internasional untuk mengukur ekonomi itu?

 

Salah satu indikator yang biasa dipakai untuk mengukur ekonomi suatu negara adalah Produk Domestik Bruto (PDB). Secara sederhana, PDB adalah total nilai pasar dari seluruh barang dan jasa yang diproduksi suatu negara dalam periode waktu tertentu.

 

Jika PDB tahun kedua lebih besar daripada PDB tahun pertama di suatu negara maka ekonomi negara tersebut tumbuh. Begitu pula sebaliknya ketika PDB itu lebih kecil. Konsep "pertumbuhan ekonomi'' berarti membandingkan PDB suatu negara dalam satu periode dengan periode sebelumnya.

 

Pertumbuhan ekonomi biasanya diukur secara tahunan dan kuartal. Di Indonesia, data PDB diumumkan secara resmi dan berkala oleh Badan Pusat Statistik. Namun, proyeksi pertumbuhan ekonomi biasanya disampaikan oleh berbagai pihak seperti pemerintah, Bank Indonesia atau lembaga non-pemerintah.

 

Apakah ekonomi suatu negara selalu tumbuh? Tidak.

 

Ekonomi suatu negara bisa tumbuh, tapi bisa pula tidak tumbuh (terkontraksi). Dalam teori, negara bisa berada dalam tahap ekspansi (tumbuh terus), namun bisa pula berada pada tahap resesi (PDB turun dua kuartal berturut-turut).

 

PDB sendiri bisa dihitung dengan berbagai cara. Secara umum, ada tiga pendekatan untuk menghitung PDB yaitu pendekatan pengeluaran, pendekatan pemasukan dan pendekatan produksi.

 

Pendekatan pengeluaran (expenditure approach) menjadi pendekatan yang lumayan populer digunakan untuk menjelaskan konsep pertumbuhan ekonomi. Komponen yang dihitung antara lain belanja pemerintah, konsumsi rumah tangga, investasi dan ekspor bersih.

 

Saat ekonomi tumbuh, data berbagai komponen itu menunjukkan peningkatan, begitupula sebaliknya ketika ekonomi sedang lesu. Simpelnya, saat ekonomi tumbuh, berbagai pihak termasuk masyarakat mengeluarkan lebih banyak pengeluaran. Sebaliknya, saat ekonomi lesu, masyarakat mengeluarkan lebih sedikit pengeluaran.

 

Inflasi

 

Apa bedanya harga semangkuk mie ayam hari ini dan 15 tahun lalu? Sebagai contoh, di suatu warung makan, harga mie ayam sebesar Rp5.000 pada 15 tahun lalu. Pada saat ini, harga mie ayam di warung yang sama bisa mencapai Rp20.000. Artinya, ada kenaikan harga mie ayam tersebut.

 

Dalam ilmu ekonomi, kenaikan harga barang dan jasa secara umum dalam periode waktu tertentu secara berkelanjutan disebut sebagai inflasi. Tentu saja, kenaikan harga itu tidak hanya dialami mie ayam, tapi juga barang dan jasa lainnya.

 

Sama seperti data PDB, BPS juga mengumumkan data inflasi secara berkala.

 

Inflasi dikategorikan berdasarkan tujuh kelompok pengeluaran yaitu bahan makanan, makanan jadi, minuman, dan tembakau, perumahan, sandang, kesehatan, pendidikan dan olahraga serta transportasi dan komunikasi.

 

Secara umum, inflasi dapat terjadi karena tiga penyebab yaitu ekspektasi, faktor penawaran dan faktor permintaan. Dalam faktor permintaan, inflasi dapat terjadi ketika permintaan melebihi pasokan barang yang ada.

 

Misalnya, permintaan terhadap ikan segar di suatu daerah pegunungan begitu tinggi. Di saat yang bersamaan, pasokan ikan segar di wilayah itu tidak banyak karena lokasi yang jauh dari laut. Situasi itu dapat menaikkan harga ikan segar di wilayah tersebut.

 

Dalam faktor penawaran, inflasi dapat terjadi karena berbagai faktor seperti masalah distribusi akibat bencana alam, inflasi di luar negeri, peningkatan harga komoditas yang diatur pemerintah dan sebagainya.

 

Idealnya, inflasi diharapkan stabil dan rendah. Inflasi diharapkan tidak terlalu tinggi karena peningkatan harga yang terlalu tinggi akan memberatkan masyarakat dalam membeli barang dan jasa. Pendapatan masyarakat akan tergerus karena tingginya harga-harga barang tersebut.

 

Otoritas yang bertugas untuk mengendalikan inflasi adalah Bank Indonesia. Setiap tahunnya, bank sentral menetapkan target inflasi dimana target itu juga bisa menjadi acuan bagi masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonomi.

Suku Bunga Acuan

 

Suku bunga acuan merupakan salah satu konsep makro yang penting untuk dipahami. Bank Indonesia secara berkala menetapkan BI 7 Days Reverse Repo Rate dan mengumumkannya kepada publik.

Pada dasarnya, suku bunga acuan merupakan salah satu bagian dari kebijakan moneter yang bertujuan untuk menjaga dan memelihara kestabilan nilai mata uang. Kebijakan ini berbeda dari kebijakan fiskal dimana pemerintah berupaya mencapai target ekonomi tertentu dengan cara mengatur pengeluaran dan penerimaannya.

Sesuai namanya, suku bunga acuan menjadi acuan bagi perbankan dalam menetapkan suku bunga pinjaman atau simpanan. Sebagai contoh, saat suku bunga acuan dinaikkan oleh bank sentral, bank akan meresponnya dengan menaikkan suku bunga pinjaman serta simpanan.

Secara teori, saat suku bunga dinaikkan maka masyarakat akan cenderung memilih menyimpan dananya karena mendapatkan bunga yang tinggi dari bank, sebaliknya saat suku bunga diturunkan maka masyarakat akan cenderung meminjam dana dari bank karena akan membayar bunga yang lebih rendah kepada bank.

Kebijakan moneter ini dapat berdampak terhadap inflasi. Sebagai contoh, saat suku bunga dinaikkan, permintaan terhadap barang dan jasa akan relatif berkurang karena masyarakat memilih menyimpan dananya. Dampaknya, tekanan inflasi akan berkurang.

Salah satu tujuan ditetapkannya suku bunga acuan oleh bank sentral adalah pengendalian inflasi. Dengan kata lain, berbagai konsep makro seperti suku bunga, inflasi hingga PDB sebenarnya berkaitan satu sama lain.

 

Data Ekonomi Makro dan Investasi

Apakah memahami ekonomi makro itu berguna bagi kehidupan kita? Jawabannya adalah ya! Pemahaman mengenai ekonomi makro sangat membantu saat kita hendak berinvestasi di instrumen seperti obligasi.

Seperti yang sudah disebutkan di atas, ekonomi bisa tumbuh atau bisa stagnan dalam suatu periode tertentu. Kondisi itu berdampak terhadap kebijakan moneter yang diambil oleh bank sentral sebagai bagian dari upaya pengendalian inflasi.

 

Sebagai ilustrasi, kondisi ekonomi suatu negara bisa berada dalam fase resesi atau tidak tumbuh dalam dua kuartal berturut-turut. Dalam kondisi ekonomi seperti itu, bank sentral akan menurunkan suku bunga acuan.

Salah satu tujuannya adalah mendorong masyarakat mengambil pinjaman yang akan digunakan untuk aktivitas ekonomi seperti membeli rumah atau mengembangkan usaha.

Lalu apa hubungannya dengan obligasi?

 Saat suku bunga acuan tersebut turun, harga obligasi yang diperjualbelikan di pasar sekunder akan naik. Hubungan keduanya seperti dua sisi di papan jungkat jungkit dimana ketika satu sisi terangkat maka satu sisi yang lain akan turun. 

Hubungan terbalik antara suku bunga acuan dan harga obligasi ini disebut sebagai risiko suku bunga (interest rate risk) dalam investasi obligasi. Harga obligasi bisa naik saat suku bunga acuan turun karena obligasi tersebut menjadi lebih menarik dibandingkan dengan obligasi baru yang akan diterbitkan yang bunganya (kupon) kemungkinan besar lebih rendah. 

Penetapan kupon obligasi menyesuaikan dengan suku bunga sebagai tolok ukurnya. Saat suku bunga naik, kupon akan ikut naik, begitu pula sebaliknya. Secara teori, saat harga obligasi itu naik, yield atau imbal hasil yang diperoleh pemilik obligasi jika memegang obligasi itu hingga jatuh tempo akan turun.

Sementara itu, inflasi juga memiliki kecenderungan bergerak dengan arah yang berlawanan dengan harga obligasi. Peningkatan inflasi dikhawatirkan dapat menggerus pendapatan masyarakat, termasuk pendapatan yang diperoleh dari kupon obligasi tersebut.

 Dalam kondisi itu, harga obligasi akan turun karena imbal hasil yang diberikan dari obligasi itu dikhawatirkan akan tergerus inflasi. Tingginya inflasi juga akan mendorong bank sentral menaikkan suku bunga.

Di samping itu, dalam berinvestasi di obligasi, kamu juga perlu memperhatikan pergerakan yield US Treasury atau obligasi pemerintah Amerika Serikat yang bertenor 10 tahun. 

US Treasury dianggap sebagai salah satu investasi paling aman (safe haven) di dunia. Peningkatan yield US Treasury dapat memicu keluarnya modal finansial dari negara lain (termasuk Indonesia) kembali ke Amerika. 

Di samping itu, peningkatan yield US Treasury itu akan memicu peningkatan yield obligasi pemerintah Indonesia. Seiring peningkatan yield tersebut, harga obligasi akan turun. Hal yang sebaliknya akan terjadi ketika yield obligasi tersebut turun maka harga obligasi akan naik. 

Obligasi bertenor 10 tahun biasanya menjadi acuan dalam berinvestasi. Yield obligasi bertenor 10 tahun tidak jarang digunakan sebagai tolok ukur pembanding hasil investasi di instrumen investasi lainnya. 

Berdasarkan penjelasan di atas dapat diketahui bahwa pemahaman berbagai konsep ekonomi makro sangat penting dalam pengambilan keputusan investasi, terutama obligasi. Investasi obligasi, termasuk jual beli obligasi di pasar sekunder, kini bisa dilakukan melalui aplikasi digibank juga lho! 

Dengan modal mulai dari Rp1 juta atau USD1.000, kamu dapat mulai berinvestasi dan mendapatkan kupon atau imbalan tetap yang dibayarkan setiap 6 bulan langsung ke rekeningmu!