Wealth Recalibrate
Wealth Recalibrate

Tatanan kehidupan yang baru atau #newnormal sudah dimulai. Banyak hal yang harus disiapkan, tidak hanya kesehatan secara fisik dan mental, namun kesehatan finansial pun sangat penting.

eTalk Series kembali hadir yang ke sekian kalinya pada hari Kamis tanggal 4 Juni 2020 lalu. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pandangan dan panduan mengenai situasi ekonomi dan pasar modal terkini, sehingga dapat memberikan kejernihan perencanaan investasi baik untuk mengembangkan  ataupun menjaga investasi nasabah Bank DBS Indonesia. Tema yang di usung adalah Economics and markets perspectives: Re-calibrating growth in the time of COVID-19, dipandu oleh 2 pakar ekonomi dan pelaku pasar yaitu: Masyita Crystallin Ph.D – Staf Khusus Kementrian Keuangan Republic Indonesia dan Vina Cahyadi - Head of Distribution Sales BNP Paribas Asset Management

Pada kesempatan ini, para pembicara membahas mengenai situasi ekonomi terkini yang berdampak terhadap pasar investasi. 

  1. Review atas semua kebijakan ekonomi yang telah dikeluarkan oleh pemerintah dan pengaruhnya terhadap iklim investasi
  2. Pandangan strategic partner kami atas perkembangan di pasar saham di dalam maupun luar negri
  3. Variabel variabel ini tentunya mempengaruhi portfolio dan peluang investasi Bapak dan Ibu semua.Sessi 1

Dalam paparannya, Ibu Masyita Crystallin menyampaikan bahwa Covid-19 masih berlangsung dan memberikan dampak yang mendalam pada pertumbuhan ekonomi global dan pasar keuangan dunia. 

  • Gonjang ganjing perekonomian ini sebenarnya sudah terjadi sejak pertengahan Desember 2019 saat COVID-19 pertama menyerang Wuhan. Sebetulnya pada bulan January dan February 2020 aset finansial masih cukup tinggi, terlihat dari aliran modal masuk ke negara berkembang masih cukup baik. Bahkan mata uang Rupiah termasuk yang mendapat apresiasi paling baik di emerging Asia.
  • Setelah WHO mengumumkan status pandemic di pertengahan Maret 2020, kondisi ekonomi mendadak drop, indikator Vix atau volatilitas mencapai tingkat tertinggi yang belum pernah terjadi sebelumnya. Rupiah sangat melemah di bulan Maret. Namun setelah pemerintah mengeluarkan Global Bonds pertama dengan tenor yang cukup panjang pada tangal 8 April, yang menguatkan posisi rupiah.  
  • Mulai pertengahan April 2020, market sudah mulai ‘terbiasa’ dengan berita surprise COVID-19 sehingga finansial sektor sudah tidak terlalu sensitive. Hal ini terlihat dari indikator Vix dan indikator sektor keuangan sejak pertengahan Maret sudah secara kontinyu membaik hingga hari ini.
  • Indonesia baru mulai merasakan dampak COVID-19 sejak pertengahan Maret dan mulai memberikan tekanan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Namun kalau dibandingkan dengan negara seperti Malaysia, Philippine dan Vietnam, Indonesia dinilai cukup resilient dalam menghadapi COVID-19 ini. 
  • Pemerintah berusaha mengidentifikasi efek domino dan melakukan pencegahan dengan memberikan stimulus pada sektor yang menjadi prioritas utama yaitu sektor kesehatan, sosial, ekonomi, dan keuangan. Jika dibandingkan dengan krisis ekonomi pada tahun 1998, sektor non formal menjadi shock absorber pada perekonomian krisis karena yang terkena dampak pada saat itu adalah sektor formal. Namun saat pandemic ini justru sektor non-formal ini yang terkena dampak pertama dan paling dalam dikarenakan pembatasan social yang harus dilakukan. Oleh sebab itulah, sektor non-formal, UMKM dan sektor padat karya mendapatkan bantuan terlebih dahulu.
  • Ragam bentuk stimulus yang dilakukan pemerintah saat ini diantaranya social safety net, anggaran kesehatan untuk penanganan COVID 19, subsidi bagi tenaga kerja dan pencegahan PHK, bantuan terhadap dunia usaha khususnya UMKM, insentif perpajakan, subsidi tagihan listrik, penurunan suku bunga, kebijakan Quantitative Easing (QE), moratorium pembayaran utang/ kredit
  • Program pemulihan ekonomi yang disiapkan pemerintah saat ini adalah:
    1. Program subsidi bunga dan subsidi pokok untuk UMKM dan Micro
    2. Bantuan tambahan working capital untuk sektor padat karya dan labor intensive
    3. Bantuan  tambhan jaminan pemerintah untuk kredit sehingga bank tidak merasa risk averse nya terlalu tinggi.

 

Sementara Ibu Vina Cahyadi, selaku pelaku pasar memaparkan bahwa Covid-19 memberikan tekanan terhadap ekonomi global, bahkan sangat berpotensi membawa ke periode resesi serta meningkatnya volatilitas yang tinggi terhadap pasar keuangan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dan sangat berpengaruh terhadap pasar keuangan global adalah re-opening ekonomi, eskalasi tensi antara Amerika dan China mengenai trade war, indikator-indikator ekonomi yang dikeluarkan, dan tingkat pengangguran.

Walaupun ekonomi sudah mulai dibuka kembali di kisaran bulan Mei 2020 terutama di negara-negara Eropa yang angka infeksi nya sudah mulai menurun, walaupun masih sangat minimal. Dengan masih tingginya risiko volatilitas pada pasar keuangan maka investor sangat perlu untuk lebih netral dalam mengelola portfolio investasi mereka dalam berbagai kelas asset.

Di Indonesia sendiri pembukaan market akan sangat tergantung dari reaksi dan disiplin masyarakat. Apabila tingkat infeksi meningkat, maka besar kemungkinan relaksasi PSBB akan diperketat kembali.

Lalu bagimana sikap kita saat menunggu market re-opening? Pertahankan posisi netral di berbagai asset!

Hubungi RM Anda untuk mendapatkan solus-solusi secara personal yan akan di sesuaikan dengan tujuan investasi Anda.

Tunggu acara eTalk Series selanjutnya dari DBS.